Saturday, June 04, 2016

Interaksi Dengan Al Quran di Bulan ramadhan (bagian 2)

Interaksi Dengan Al Quran di Bulan ramadhan (bagian 2)
Al Quran dan Ramadhan
Perkara kedua: 
Amat baik bagi siapa yang membaca al-Quran -secara umum- atau yang membacanya di bulan Ramadhan -secara khusus- untuk memiliki tafsir mukhtashar (tafsir singkat) agar tahu makna yang telah dibacanya. Yang demikian lebih terasa ketika membaca dan sensitif dengan rasa bacaan. Orang yang mengerti tidak sama dengan yang tidak mengerti. 

Begitu pentingnya perkara ini, tapi engkau dapati kebanyakan pembaca al- Quran melalaikannya. Jika qôri (pembaca al-Quran) mengkhususkan diri membaca kitab tafsir singkat yang dijadikannya rujukan setelah aktivitas harian, sungguh dia telah mengerti banyak akan makna al-Quran. Kaum muslimin pada masa ini begitu perhatian untuk menulis tafsir mukhtshar (tafsir singkat). Engkau dapati di sebagian negeri kaum muslimin seperti negara dua tanah suci, Kementrian Urusan Islam dan Kitab telah menerbitkan "Tafsir Al-Muyassar", kitab yang sesuai dengan namanya. Tafsir ini sekalipun tujuannya adalah terjemah (makna), tetapi faedahnya umum bagi siapa saja yang ingin mengetahui makna jumali (menyeluruh) akan ayat-ayat al-Quran. Besarnya upaya yang telah dituangkan dan nilai ilmiah yang dikandungnya tidak diketahui kecuali bagi siapa yang memperdalam dan bergelut dengan ikhtilaf (perbedaan pandang) ahli tafsir.

Maksud dari semua ini adalah hendaknya seorang muslim berupaya untuk memiliki tafsir dari mukhtasorôt (tafsir singkat/sederhana) yang senantiasa dibacanya sebagaimana membaca al-Quran. Agar terkumpul padanya pahala bacaan dan kepahaman makna sekaligus.

Perkara ketiga:
Ketika tengah membaca al-Quran, biasanya barulah muncul pada penuntut ilmu -secara khusus- faedah-faedah atau problema-problema. Dalam hal ini hendaknya segera mencatatnya agar tidak hilang.

Sesungguhnya al-Quran tidak pernah habis keajaibannya. Dan tidak diciptakan dengan banyak kemusykilan. Karena dia adalah al-Quran al-Majid (yaitu: memiliki kemuliaan, kelapangan dan keutamaan pada asal kata dan maknanya.) Demikian pula yang terkait dengan makna-makna dan pendalilan. Menggunakannya sebagai dalil merupakan kemuliaan sebagaimana kemuliaan al-Quran itu sendiri. Dia begitu luas tanpa batas karena kemegahan kitab tersebut.

Jika demikian keadaannya, engkau dapat membayangkan: berapa banyak faedah yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu seandainya setiap orang yang berilmu menulis apa yang ia dapatkan dari tadabur (perenungan) atau problema-problema ketika membaca Kitabullah -ta'âla-.

Perkara keempat:
Sesungguhnya membaca pada malam hari termasuk ibadah yang bermanfaat. Berapa banyak ibadah yang tidak muncul kelezatannya kecuali di waktu gelap. Karenanya waktu yang paling penting sepertiga malam terakhir, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah -shalallah alaihi wasalam-: "Allah -ta'âla- setiap malam 'turun' ke langit dunia dan berkata: "Adakah orang yang meminta, maka akan aku beri?, adakah yang memohon ampun, maka akan aku ampuni?" [HR. Ahmad 98411, 17200]

Kita banyak lalai dengan ibadah malam, khususnya di bulan Ramadhan – padahal kita sering bergadang-. Merupakan kerugian besar bagi siapa yang diharamkan menikmati lezatnya ibadah malam. Maka singsingkan lengan bajumu, susullah mereka yang telah lebih dulu menyingsingkan lengan bajunya sebelummu. Dalam hal ini janganlah jadi pengekor, tetapi jadilah yang terdepan. Semoga Allah -ta'âla- memberikan taufiknya kepada saya dan anda sebagaimana yang dicintai dan diridai-Nya.

Jika seorang muslim memenej dirinya untuk membaca al-Quran setiap malam, sungguh dia akan terikat dengan peribadatan kepada Allah. Dan pada malam-malam itu dia tidak termasuk orang yang lalai. Semoga Allah tidak menjadikan kita sebagai orang yang lalai. Yang sering luput dari benak kita dari keseharian, yaitu penerangan malam yang mengalihkan malam menjadi seolah siang. Dengan demikian beralih pulalah fitrah Allah yang telah ditetapkan atas manusia dengan menjadikan malam sebagai masa istirahat.

Saya katakan, sesungguhnya telah lenyap dari kita kelezatan ibadah di waktu gelap. Karenanya, jika seorang muslim mencoba membaca al-Quran dari hafalannya atau shalat nafilah malam tanpa lampu, sesungguhnya hal itu akan menguatkan semangat dan konsentrasinya, karena aktivitas mata dapat menyibukkan bacaan dan shalat. Siapa yang mencoba ibadah di saat gelap, akan mendapatkan kelezatan melebihi kelezatan di tempat bercahaya.

Perkara kelima:
Di antara faedah shalat tarawih Ramadhan adalah mendengar bacaan al-Quran dari penghafal al-Quran, pemilik suara yang merindu, yang bacaannya memberi pengaruh dan membekas di hati. Jika ada yang seperti itu, teruslah shalat bersamanya. Ketahuilah bahwa manusia dalam menerima suara berbeda-beda. Janganlah mencela qôri (pembaca al-Quran) bila dia tidak membuatmu takjub, karena hal itu termasuk ghibah (bergunjing). Jagalah untuk tetap pada qôri yang engkau dapati manfaat dari bacaannya. Hal ini dianjurkan, maksudnya mendatanginya untuk shalat di belakangnya.
Berikut adalah penyelewengan sebagai faedah dan pengingat, yang saya tujukan kepada imam-imam masjid yang mulia, yang mengimami manusia dalam shalat tarawih, yang telah Allah anugerahi dengan hafalan dan suara yang bagus serta mampu memberi pengaruh dengan bacaannya kepada manusia. Saya katakan kepada mereka: "Jagalah agar pengaruh bacaan kalian terhadap manusia adalah saat memperdengarkan ucapan Rabb kalian (Kalamullah). Hindarilah menjadikan pengaruhnya hanya dalam doa qunut saja, karena yang demikian itu salah besar. Ketika kalian sengaja melakukannya berarti engkau telah menanamkan kesalahan itu kepada manusia. Bagaimana mempengaruhi manusia dengan ucapan manusia, dan tidak terpengaruh dengan ucapan Tuhan semesta alam. Subhanallah, bukankah hal itu perkara yang aneh?! Perlu untuk dipelajari dan dicarikan solusinya? Tidakkah anda perhatikan sebagian imam yang merubah nada suaranya dan melakukan lantunan dalam qunut untuk menghanyutkan hati makmum dan mengajak mereka untuk menangis dan khusyuk'? Mengapa hal itu tidak dilakukan ketika membaca Kalamulah -subhanahu wata'âla-, kenapa hal itu tidak dilakukan ketika memperdengarkan Kalamulah - subhanahu wata'âla-?!

Pengaruh al-Quran membuat pendengarnya kehilangan kata-kata, membuat khusyuk jiwa-jiwa orang saleh dan melambungkan ruh-ruh yang suci. Jagalah agar kekhusyukan dan pengaruhnya berasal dari Kalamulah, yang berfirman dari atas langit yang tujuh, yang didengar oleh Jibril, utusan Robbul Barriyyât, yang kemudian diperdengarkannya kepada sebaik-baik makhluk, Muhammad - shalallah alaihi wasalam-.

Saat shalat engkau tengah mendengar apa yang difirmankan Allah dari iliyyin (tempat tertinggi), tidakkah itu cukup untuk menghadirkan hati, meremangkan bulu roma untuk kemudian menjadikan hati lembut dan menjadi tenang. Sungguh ia adalah Kalamulah, sungguh ia adalah Kalamulah, maka
mengertilah akan makna kata ini wahai muslim.

Bersambung.......

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.

Facebook