Saturday, May 14, 2016

Khilafah: Geliat Dunia Farmasi

"Setiap penyakit pasti ada obatnya." Sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam yang begitu populer di kalangan umat islam itu tampaknya telah memicu para ilmuan dan sarjana era kekhalifahan untuk berlomba meracik dan menciptakan beragam obat-obatan. Pencapaian umat islam yang begitu gemilangdalam bidang kedokteran dan kesehatan di masa keemasan tidak lepas dari keberhasilan di bidang farmakologi dan farmasi.

Di masa itu para dokter dan ahli kimia muslim sudah berhasil melakukan peelitia ilmiah megenai komposisi, dosis, peggunaan dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran. Menurut Howard R Turner dalam bukunya Science in Mediviel Islam, Umat islam mulai menguasai farmakologi da farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran. di Era ke khalifahan Abbasiyah.

Salah satu karya yang diterjemahkan adalah De Materis Medica karya Dioscorides. Selain itu para sarjana dan ilmuan muslim juga melakuka transfer pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Suriah, Persia, India serta Timur Jauh.

karya-karya terdahulu telah membuat para ilmuwan islam terinspirasi untuk melahirkan berbagai inovasi dalam bidang farmakologi. "kaum muslimin telah menyumbang banyak hal dalam  bidang farmasi dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap barat," papar Turner.

Betapa tidak, para sarjana muslim di zaman kejayaan telah memperkenalkan adas manis, kayu manis, cengkeh, kamper, sulfur serta merkuri sebagai unsur atau bahan racikan obat-obatan. Menurut Turner umat islamlah yang mendirikan warung pengobatan pertama. Para ahli farmakologi islam juga termasuk yang pertama dalam mengembangkan dan menyempurnakan dalam pembuatan sirup dan julep.

Pada awalnya, farmasi dan farmakologi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kejayaan Daulah khilafah Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke- 8 M, membuat farmakologi menjadi profesi yang independen dan farmakologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Dalam praktiknya, farmakologi dan farmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis, kolektor dan penjual tumbuhan dan rempah-rempah untuk pengobatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik serta apoteker yang berpengalaman. Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan islam.

Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa arab) kian gencar dilakukan. Pada abad itu, para sarjana dan ilmuwan muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia islam.

Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko obat yang bnayk jumlahnya tak hanya hadir di kota Baghdad -kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah- namun juga di kota-kota islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan serta menjaga aneka obat-obatan.

Pemerintah muslim pun turut mendukung pembangunan dibidang farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksianeka obat-obatan dalam skala besar.

keamanan obat-obatan yang dijual di apotik pemerintah dan swasta diawasi secara ketat. Secara periodik, pemerintah melalui pejabat dari al-Muhtasib -semacam badan pengawas obat-obatan- (kalau di Indonesia lebih kita kenal dengan BPOM) mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotik. Para pengawas dari al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan kemurnian dari obat yang digunakan.

pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat dan sirup. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obat yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah diterapkan di era ke khalifahan islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara muslim, khususnya Indonesia.

Seperti halnya dibidang kedokteran, dunia farmasi profesional islam telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah islam menguasainya. Karena itulah, barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia islam.

Umat islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu meracik dan membuat obat-obatan lalu dikuasai oleh barat. Negara-negara eropa yang menguasai farmasi dari aneka risalah Arab dan persia tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana dan ilmuwan muslim. Tak heran, bila kini industri farmasi dunia berada dalam genggaman barat.

Pengaruh kaum muslimin dalam bidang farmasi di dunia barat begitu besar. " Hal itu tercermin dalam kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalam pendidikan kesehatan saat ini," papar Turner. Mungkinkah Umat Islam kembali menguasai dan mendominasi bidang farmasi seperti di era kejayaan daulah khilafah?


Dikutip dari buku Khazanah

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.

Facebook